terbukti menghasilkan uang

Selasa, 06 September 2011

Dokumen Rahasia Tripoli Menunjukkan Bahwa CIA Bekerjasama Dengan Libya

Central Intelligence Agency (CIA) dan intelijen Libya tampaknya telah mengembangkan hubungan yang erat selama masa George W. Bush. Terbukti bahwa menurut dokumen yang ditemukan di markas lembaga keamanan eksternal Libya, AS mengirim tersangka teroris ke Libya untuk diinterogasi dan menyarankan pertanyaan-pertanyaan yang harus ditanyakan kepada mereka.
Hubungan dua badan intelijen itu cukup dekat, bahwa CIA bergerak untuk mendirikan "kehadiran permanen" di Libya pada tahun 2004, menurut catatan Stephen Kappes, No. 2 dalam layanan rahasia CIA pada saat itu, kemudian diteruskan kepada kepala intelijen Libya, Moussa Koussa.
Mr Kappes adalah pemain penting dalam negosiasi rahasia yang pada tahun 2003 yang menyebabkan pemimpin Libya Kolonel Moammar Gadhafi memutuskan untuk menyerahkan program nuklirnya. Mr Kappes, yang telah pensiun dari lembaga tersebut, melalui juru bicaranya menolak memberikan komentar.
Seorang pejabat AS mengatakan, Libya telah menunjukkan kemajuan pada saat itu. "Mari diingat konteks di sini: Pada tahun 2004, AS telah berhasil meyakinkan pemerintah Libya untuk meninggalkan program senjata nuklir dan untuk membantu menghentikan teroris yang secara aktif menargetkan Amerika di dalam dan di luar AS," kata pejabat itu.
Beberapa file mendokumentasikan pembaharuan hubungan antara CIA dan intelijen Libya yang disalin oleh para peneliti dari Human Rights Watch selama Lembaga Keamanan External Libya yang bermaskas di pusat kota Tripoli mengadakan kunjungan kerja.
Direktur Darurat, Peter Bouckaert mengatakan ia berkunjung ke bangunan tersebut Jumat sebagai bagian dari upaya untuk membantu otoritas Transisi Libya mengamankan dokumen-dokumen sensitif yang ditinggalkan oleh rezim Gadhafi, yang runtuh pada Agustus setelah pemberontakan selama lima bulan.
Mr Bouckaert mengatakan, bahwa ia menemukan file di dalam kompleks, di sebuah ruangan terjaga yang diperkirakan merupakan kantor Mr Koussa, yang menjadi menteri luar negeri pada tahun 2009. Mr Bouckaert memotret dokumen itu dan memberikan salinannya kepada The Wall Street Journal.
Human Rights Watch telah mengkritik kebijakan AS yang telah mengirim tersangka teror ke negara ketiga untuk diinterogasi. Itu merupakan praktek yang dikenal sebagai rendisi (pemindahan tersangka atau tawanan teroris ke lokasi-lokasi penjara rahasia, misalnya, di Guantanamo atau negara-negara ketiga di luar AS dan negara dimana teroris itu tertangkap; red). Praktek seperti itu setidaknya terjadi mulai tahun 1995, ketika Mesir mulai membantu AS dengan rendisi.
Para pejabat AS mengatakan, mereka memperoleh jaminan dari negara penerima bahwa para tahanan yang diberikan akan diperlakukan secara manusiawi. "Ada banyak negara yang bersedia untuk mengambil teroris dari jalanan yang ingin membunuh orang Amerika," kata pejabat AS. "Itu tidak berarti kekhawatiran AS tentang hak asasi manusia diabaikan dalam proses tersebut."
Dalam sebuah surat pada 15 April 2004 yang ditujukan kepada intelijen Libya, CIA mengusulkan membawakan orang lain, mengatakan, "Kami dengan hormat meminta ekspresi kepentingan dari layanan Anda mengenai tahanan yang diambil."
Mengutip "perjanjian yang baru dikembangkan," CIA meminta Libya agar menyetujui persyaratan kami terkait tanya jawab terhadap tersangka, serta menjamin bahwa hak asasi manusia [nya] akan dilindungi."
Mr Koussa, yang membelot dari pemerintah Kolonel Gadhafi pada bulan Maret, dipuji karena telah membantu menegosiasikan pemulihan hubungan Libya dengan masyarakat internasional.
Namun ia juga salah satu pendukung kuat rezim Gadhafi dan pernah memimpin layanan intelijen asing ketika para pejabat Barat yakin bahwa Kolonel Gadhafi mendanai dan mendukung kelompok teroris internasional. Pada tahun 1980, ia dikeluarkan dari pos diplomatik di Inggris setelah melakukan sebuah wawancara surat kabar atas pembunuhan pembangkang Libya di Inggris. Libya kemudian menyatakan dia telah salah kutip.
Pada tahun-tahun awal pemerintahan George W. Bush, bagaimanapun, seperti yang terlihat dalam memo 2004, Mr Kappes menulis kepada Mr Koussa: "Kerjasama Libya pada isu senjata pemusnah massal (WMD) dan isu-isu lain, serta kerjasama intelijen kita yang mulai muncul mengartikan bahwa sekarang adalah saat yang tepat untuk bergerak maju."
File tersebut memuat celah yang luar biasa ke dalam praktik yang sangat rahasia dan kontroversial dari rendisi, dimana lembaga tersebut akan mengirim tahanan ke negara lain untuk diinterogasi, termasuk yang dikenal karena perlakuan kasar terhadap tahanan. Program ini menggenjot produktivitasnya untuk tahanan teror setelah serangan 11 September.
Leon Panetta, ketika mengambil alih CIA pada awal pemerintahan Obama, kemudian menjabat direktur badan itu, mengatakan, badan ini akan terus menggunakan rendisi, tetapi akan mencari jaminan bahwa tahanan tidak akan disiksa—yang telah menjadi kebijakan AS. Panetta meninggalkan CIA dua bulan lalu untuk memimpin Pentagon.
"Kami sangat bersemangat untuk bekerja dengan Anda terkait pertanyaan tentang teroris yang baru-baru ini diberikan kepada Negara Anda," tulis Mr Kappes dalam memo itu. Ia menambahkan bahwa ia ingin mengirim dua petugas lebih ke Libya untuk memberikan pertanyaan kepada tersangka secara langsung.
Dalam beberapa dokumen, CIA memberikan daftar panjang pertanyaan yang harus diajukan oleh intelijen Libya kepada satu tersangka dalam tahanan Tripoli, yakni seorang yang berdarah Libya-Kanada yang dituduh oleh badan-badan intelijen Barat sebagai pemimpin Kelompok Pejuang Islam Libya (LIFG). Kelompok ini sekarang sudah tidak berfungsi. AS mencurigai kelompok ini terkait dengan Al-Qaeda. Amerika ingin tahu, antara lain, apakah pria tersebut memiliki hubungan dengan beberapa nama individu di Cincinnati, Seattle, dan Los Angeles atau dengan perusahaan-perusahaan di seluruh AS dari perusahaan Colorado auto sales untuk sebuah perusahaan pelayaran global di California.
Banyak pertanyaan yang ingin diajukan oleh pejabat intelijen AS kepada tersangka sekitar dugaan menjadi anggota organisasi lainnya.
Dokumen lain mengatakan, CIA menyadari bahwa intelijen Libya telah bekerjasama dengan Inggris untuk membawa pemimpin militan yang ditahan dalam tahanan di Hong Kong ke Tripoli karena pelanggaran imigrasi.
Pada 6 April 2004 memo berjudul "Ilmuwan Irak," CIA meminta intelijen Libya untuk membiarkan agen-agen AS melakukan wawancara dengan beberapa ilmuwan Irak yang tinggal di Libya, sebagai bagian dari pertarungan pasca perang untuk menentukan nasib dugaan senjata pemusnah massal Irak.
Dalam satu memo dengan judul "Sel Teroris di Libya Diduga Berencana Menyerang kepentingan AS," CIA meminta bantuan untuk melacak "sel operasional" yang dicurigai berada di Libya dan diduga melakukan kontak dengan operator Al-Qaeda di Irak. CIA mengatakan, ada kekhawatiran pejabat pemerintah AS dan kepentingan komersialnya di Libya akan diserang.(m.faqih)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar