terbukti menghasilkan uang

Kamis, 15 September 2011

Tidak Rukun Dengan Mertua Sumber Masalah Pasutri

Salah satu hak istri atas suami adalah diperlakukan secara hormat. Salah satu bentuk penghormatan itu adaah menempatkan istri di rumah tersendiri.
Al-Kasani berkata, "Sekiranya suami hendak menempatkan istri bersama madunya atau bersama keluarga suami, baik ibu, saudara perempuan, anak suami dari istri lain atau kerabat yang lain, tetapi istri menolak bertempat tinggal bersama mereka, maka suami berkewajiban menempatkan istri di rumah tersendiri. Sebab barang kali mereka menyakiti dan menimpakan bahaya kepada istri. Keengganan istri merupakan bukti adanya bahaya tersebut."[1]
Akan tetapi terkadang kondisi memaksa agar suami tinggal bersama kedua orang tuanya, atau kedua orang tua butuh tinggal satu rumah dengan suami. Sedangkan suami dituntut untuk berbakti kepada orang tua dan berbuat baik untuk istri.
Sayang, sebagian istri tidak mau membantu suami mewujudkan sikap bakti tersebut, ia hendak menguasai suami seorang diri, tidak ada seorangpun yang boleh mendapat bagian dari waktunya. Bahkan mungkin tidak cukup sampai di situ, istri melakukan tindakan yang menyakiti orang tua suami. Tindakan menyakiti memiliki banyak bentuk, di antaranya ialah:
- Meninggikan suara di hadapan mereka berdua, enggan melakukan perintah mereka, kurang memperlihatkan sikap hormat kepada mereka, atau kurang memperhatikan perasaan mereka.
- Meremehkan dan merendahkan mereka berdua, sering menghina, berharaap segera terbebas dari tinggal bersama mereka, atau merayu suami untuk mendurhakai mereka.
- Mencari-cari kekeliruan mereka berdua, membesar-besarkan kesalahan, bahkan menuduh secara dusta terhadap mereka.
- Cemburu terhadap ibu suami, memperlakukannya sebagai pesaing dan teman serikat dalam posisinya dengan suami. Serta berbagai bentuk tindakan menyakiti yang lain.
Bila kita perhatikan sebab-sebab munculnya tindakan tersebut kita temukan bahwa ia adalah dampak dari kurangnya ketakwaan, pendidikan yang buruk dan kelemahan akal.
Sikap tersebut juga disebabkan oleh sempitnya pikiran dan kekerdilan jiwa. Masing-masing jiwa berbeda dalam hal keluhuran dan kekerdilannya, sama persis dengan perbedaan ragam batu, rumah atau bangunan. Ada orang yang jiwanya begitu kerdil, bahkan menyamai sempitnya lubang jarum. Ada pula orang yang jiwanya teramat lapang, hingga seakan hendak merengkuh dunia berikut isinya.
Meskipun istri melakukannya hanya untuk mendapatkan ridha suami, meraih cinta kaum kerabatnya dan menghindarkan diri dari perpecahan dan perselisihan, ditambah lagi dengan doa-doa keberkahan yang akan didapat istri.
Seorang istri mulia juga tidak boleh melupakan semenjak awal bahwa perempuan yang ia anggap sebagai penyaing dalam berinteraksi dengan suami, ia adalah ibu suami. Betapapun tumpul perasaan seorang suami, ia tidakan akan menerima bila hinaan diarahkan kepada ibunya. Ibu yang telah mengandungnya selama Sembilan bulan, yang memberinya makanan dari air susunya, yang menaungi dirinya dengan cinta dan kasih sayangnya, yang telah mewakafkan hidupnya untuk mengasuh dirinya sehingga ia menjadi orang besar.
Perempuan itu adalah juga ibu bagi anak-anak Anda wahai istri, ia adalah nenek mereka. Ikatan mereka dengannya amatlah kuat. Maka tidak pantas Anda memperlakukannya laksana madu, meskipun dia sendiri terkadang memperlakukan Anda sebagai madu. Melainkan perlakukanlah dia sebagai ibu, niscaya dia akan memperlakukan Anda sebagai anak perempuan. Dan sudah jamak bila terkadang ibu bersikap keras terhadap anak perempuannya, maka yang bisa dilakukan anak adalah menerima dan bersabar, demi mengharap pahala dan balasan.
Bila sebuah rumah atau keluarga marak dengan norma-norma Islam dan masing-masing individu mengetahui hak dan kewajibannya, maka keluarga tersebut telah menempuh jalan yang baik, ia akan merasakan kehidupan yang tenang pada sebagian besar perjalanannya.
Kelalaian istri dari menghormati keluarga suami merupakan kelalaian dari menghormati suami itu sendiri. Bila sikap ini tidak segera dikoreksi semenjak awal maka tidak ada jaminan bila ketulusan cinta suami terhadap istri menjadi robek dan ternoda.
Selanjutnya seorang suami yang menghormati keluarganya dan berbakti kepada orang tuanya adalah seorang yang mulia, terormat, shalih dan sangat layak bila istri menghormatinya, memuliakannya dan mengharapkan kebaikan darinya. Sebab seorang laki-laki yang tidak bersikap baik kepada kedua orang tua –pada umumnya- tidak memiliki sikap baik kepada istri, anak atau orang yang lain.
Ditambah lagi, seorang suami terikat dengan keluarganya, ia tidak mungkin memutus hubungan dengan mereka. Di dalam pepatah Arab disebutkan, "Hidungmu adalah bagian dari tubuhmu meskipun beringus, tempat kelahiranmu adalah asal usulmu meski hanya hutan belantara."[2]
Terakhir, posisi istri shalihah dalam membantu suami mewujudkan sikap berbakti pada banyak kasus menjamin terpecahkannya problematika, teratasinya krisis dan terhimpunnya kekuatan. Sebab ketika kedua orang tua melihat cinta yang jujur dan kasih sayang melimpah dari istri untuk anak mereka, mereka akan menjaga itu semua.
Wahai istri budiman, hadirkanlah nilai-nilai ini di dalam diri anda, niscaya Anda akan mendapatkan pujian dan sebutan yang baik di dunia serta pahala dan karunia tak terbatas di akhirat.(m.faruq)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar