terbukti menghasilkan uang

Kamis, 15 September 2011

Zaman Fitnah dan Kapan Harus Uzlah Menyelamatkan Din

Fitnah yang dimaksud dalam tulisan ini adalah krisis agama dan bagaimana ketika harus dihadapkan pada kenyataan yang secara nyata atau baru sekedar persepsi akan berisiko terhadap keselamatan din seseorang. Maksud nyata adalah ketika seseorang hidup dalam lingkungan yang sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip tauhid dan ia memang terimbas, sedangkan persepsi adalah hipotesis yang muncul ketika seseorang baru tinggal di lingkungan yang rusak dan diperkirkan akan berdampak pada dinnya. Rasulullah saw bersabda:
ائْتَمِرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنَاهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ حَتَّى إِذَا رَأَيْتَ شُحًّا مُطَاعًا وَهَوًى مُتَّبَعًا وَدُنْيَا مُؤْثَرَةً وَإِعْجَابَ كُلِّ ذِى رَأْىٍ بِرَأْيِهِ وَرَأَيْتَ أَمْرًا لاَ يَدَانِ لَكَ بِهِ فَعَلَيْكَ خُوَيْصَّةَ نَفْسِكَ وَدَعْ أَمْرَ الْعَوَامِّ
"Perintahkanlah kepada perkara yang makruf dan cegahlah dari perkara yang mungkar, sehingga ketika engkau melihat sifat kikir ditaati, hawa nafsu diikuti, dunia lebih diutamakan (dari urusan agama), dan setiap orang bangga dengan pendapatnya sendiri, maka hendaklah engkau jaga dirimu sendiri, dan jauhilah orang-orang awam (bodoh)." (HR Abu Dawud).
Bahkan Rasulullah saw menggambarkan lebih konkret bagaimana cara menyelamatkan din saat menghadapi fitnah. Abu Sa'id Al-Khudri mengatakan, Rasulullah bersabda:
يُوشِكُ أَنْ يَكُونَ خَيْرَ مَالِ الْمُسْلِمِ غَنَمٌ يَتْبَعُ بِهَا شَعَفَ الْجِبَالِ وَمَوَاقِعَ الْقَطْرِ، يَفِرُّ بِدِينِهِ مِنَ الْفِتَنِ
"Hampir saja terjadi (suatu zaman) harta seorang muslim yang paling baik adalah kambing yang digembalakannya di puncak gunung dan tempat-tempat terpencil, menghindar dari fitnah demi menyelamatkan agamanya.” (HR Bukhari)
Fitnah terhadap keselamatan din bisa terjadi dalam lingkup keluarga, misalnya pada keluarga Nabi Luth as. Atau sebaliknya, Ummu Sulaim dengan suami pertamanya yang kafir. Bahkan ketika Abu Thalhah ingin melamarnya, ia menjawab tegas, "Demi Allah, orang seperti Anda tidak layak untuk ditolak, hanya saja engkau adalah orang kafir, sedangkan aku adalah seorang muslimah sehingga tidak halal untuk menikah denganmu." (HR. An-Nasa’i, VI/114).
Banyak sekali fitnah-fitnah dalam konteks lain yang akan menghabiskan ruang bila harus ditulis di sini beserta dalil-dalilnya dari Rasulullah saw. Kami menyarankan Anda untuk melihat kembali buku-buku tentang fitnah akhir zaman untuk mengetahui lebih lanjut. Kebanyakan manusia memang tidak baik, seperti digambarkan oleh Allah:
أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلاً
“Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” (Al-Furqan: 44).
Cara wanita berpakaian, perjudian, penipuan, kebohongan, kepalsuan dan semua kejahatan sangat akrab di telinga dan mata kita saat ini. Pertanyaan yang harus dijawab, apakah fitnah hari ini dengan segala bentuknya itu sudah bisa menjadi titik tolak bagi kita untuk uzlah dan memisahkan diri dari lingkungan, sesuai perintah Nabi saw dalam hadits di atas?
I’tizal atau lebih baik bersabar?
Harus ada alasan yang kuat untuk menceraikan istri, meninggalkan orang tua, menyingkir dari kehidupan sosial yang lama, demi menyelamatkan din.
Kita harus seimbang melihat fakta. Harus diakui, saat ini masih banyak yang mau menerima dakwah. Mereka menghargai seruan Islam, dan membentangkan tangan untuk menerima Anda. Kita saja yang barang kali terlanjur menilai mereka sesat, musyrik, suka klenik dan lain-lain. Bukan tidak ada manfaatnya, bila ada yang lebih banyak yang kita dapatkan dari mereka mengapa tidak kita lakukan. Rasulullah bersabda:
لَأَنْ يُهْدَى بِكَ رَجُلٌ وَاحِدٌ خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ
“Bila seseorang mendapat petunjuk melalui dirimu maka itu lebih baik bagimu dari pada unta-unta merah (harta yang terbaik).” (HR Bukhari)
Jadi, saat ini bercampur dengan masyarakat dengan tetap menjalankan misi Islam dan bersabar atas gangguan itu lebih baik daripada memisahkan diri. Rasulullah saw bersabda:
الْمُؤْمِنُ الَّذِي يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لَا يُخَالِطُ النَّاسَ وَلَا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ
"Orang mukmin yang berbaur (berinteraksi) dengan manusia dan bersabar atas perbuatan buruk mereka, lebih besar pahalanya daripada seorang mukmin yang tidak berbaur (berinteraksi) dengan manusia dan tidak sabar atas tindakan buruk mereka.” (HR. Ibnu Majah). Dalam riwayat Tirmidzi dan Abu Dawud, dengan redaksi mereka lebih baik.
Syaikh Abdullah Al-Jalali menyatakan bahwa jalan uzlah itu tidak diambil seorang muslim kecuali dalam keadaan darurat. “Orang yang memilih uzlah padahal ia mampu mengubah, bisa amar makruf, dan nahi mungkar, maka ia adalah orang yang lemah, malas, dan pengecut,” kritiknya. (Kajian audio Syaikh Abdullah Al-Jalali ke-61 yang disediakan oleh http://www.islamweb.net)
Pada masa Abu Bakar ada sejumlah orang yang memilih hidup jauh dari permasalahan manusia, dan meninggalkan amar makruf nahi mungkar. Mereka berdalih firman Allah: (Al-Maidah: 105). Maka Abu Bakar berdiri di atas mimbar dan berpidato, "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian sudah membaca ayat ini, 'Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian perhatikan diri kalian sendiri, mereka yang sesat tidak akan menimpa kalian, jika kalian berada di atas petunjuk.' Dan sungguh, aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda, 'Sesungguhnya, apabila manusia melihat seorang yang melakukan kezaliman, namun mereka tidak mencegahnya, atau ragu-ragu, maka Allah akan meratakan siksaan-Nya (menimpakan siksaan kepada mereka semua)'.” (Tafsir Asy-Sya’rawi, I/2381).
Maksud ayat tersebut, bila kalian telah mendapatkan petunjuk lalu kalian mengajak kepada perbuatan makruf dan mencegah kemungkaran, dan engkau telah menunaikan kewajiban, seperti jihad di jalan Allah, lalu orang-orang tidak menyambut seruanmu, maka ketika itu orang yang sesat tidak akan membahayakan dirimu.
Memisahkan diri suatu saat mungkin diperlukan, misalnya Abu Dzar yang memisahkan diri dari masyarakat pada masa Utsman. Tetapi sekarang ini menyendirinya adalah untuk meningkatkan kualitas spiritual. Ibnu Taimiyyah mengatakan:
وَلَا بُدَّ لِلْعَبْدِ مِنْ أَوْقَاتٍ يَنْفَرِدُ بِهَا بِنَفْسِهِ فِي دُعَائِهِ وَذِكْرِهِ وَصَلَاتِهِ وَتَفَكُّرِهِ وَمُحَاسَبَةِ نَفْسِهِ وَإِصْلَاحِ قَلْبِهِ
 Seorang hamba harus punya waktu untuk menyendiri dalam doa, zikir, shalat, tafakkur, introspeksi, dan memperbaiki hati.” (Al-Fatawa Al-Kubra: II/163).
Barangkali yang perlu dikritisi adalah bila menyendiri ini telah menjadi fenomena dan berubah menjadi doktrin yang diikuti secara masif. Dalam skala lebih luas, beberapa kelompok dakwah bisa dikatakan "uzlah"  dalam beberapa aspek yang dilihat "membahayakan" efektivitas dan eksistensi dakwahnya. Teman-teman di jamaah tablig, misalnya, menjauhi persoalan yang berbau politik. Langkah ini tentu bukan tidak ada kebaikannya. Dakwah mereka yang jauh dari percaturan politik ini memang bisa menyebabkan pergerakan ini menyebar dengan aman, tanpa ada sandungan dari penguasa. Jamaah Tablig telah tersebar luas hingga mempunyai berjuta-juta pengikut. (Perjalanan Gerakan Jihad, 17).
Tetapi ingat bahwa musuh Islam dan Muslim itu tidak pernah tidur. Lihat ayat-ayat berikut ini: 2: 120; 2: 217; 4: 89; dan 68: 9.
Di Amman, ibukota Yordania, salah satu pemimpin Jamaah Tablig memprotes penyidik di dalam penjara dengan berkata, “Kami tidak aktif dalam jihad maupun politik dan kami tidak melawan kalian! Kami hanya berdakwah di masjid-masjid kami, memperbaiki masyarakat, dan menyelamatkan mereka dari kerusakan, mabuk-mabukan, dan tindak kriminal.”
Si penyidik pun menjawab, “Itu dia masalahnya. Kalian bagaikan bus! Kalian mengangkut orang-orang dari jalan ke masjid, lalu Ikhwanul Muslimin datang dan membawa mereka dari masjid ke dunia politik! Setelah itu, ekstrimis-ekstrimis Islam datang dan mengambil kaum muda mereka untuk berjihad dan berbuat radikal. Kami ingin memupus setiap jalan tersebut dari akar-akarnya. Kami ingin menghentikan laju bus kalian!” (Perjalanan Gerakan Jihad, 40).
Tetapi,  harus dibatasi bahwa berbaur dengan masyarakat dan kehidupan sosial adalah dalam kerangka syariat. Tidak boleh keluar dari itu, mulai dari tingkat keluarga hingga kehidupan bernegara.
Tiga Upaya Utama Agar Tetap Tegar
Pertama, menambah ilmu dan memacu lebih cepat untuk merangkum wawasan lebih luas.
Ini sangat penting. Ilmu din ini sangat luas, tetapi dalam persoalan ini yang saya maksud adalah kemampuan memahami, menyatukan, dan antara teori dan implementasi. Sebab, banyak aktivis yang ingin menghadapi fitnah saat ini tetapi justru terjerumus ke dalam fitnah lain karena kelemahan dalam persoalan ini.
Bukan bermaksud mengingatkan, pasca bom masjid Cirebon beberapa waktu lalu, ada salah seorang senior dalam dunia perjuangan Islam menyatakan bahwa yang ngebom masjid itu orang sakit jiwa.
Sebenarnya hal seperti ini tidak perlu membuat kita bingung, atau bahkan membentuk kelompok baru untuk mentahdzir kelompok lain. Dalam sejarah, hal seperti ini bukan sekali terjadi. Saat Khalid bin Walid membunuh semua tawanan dari Bani Jadzimah padahal mereka menerima Islam hanya tidak fasik mengucapkan ikrarnya, maka Rasulullah bersabda, “Ya Allah, aku berlepas diri kepada-Mu dari tindakan Khalid.” (Sirah Nabawiyah Mubarakfuri, 540) Artinya, beliau melihat tindakan Khalid keliru.
Tidak ada dalam catatan sejarah, bahwa setelah itu Khalid memisahkan diri atau protes kepada Rasulullah saw. Beliau tetap mencintai Khalid dan Khalid mencintai beliau.
“Kami mendengar dan taat,” ungkap para shahabat ketika mendapat perintah dari Rasulullah agar mereka tidak shalat Asar sebelum tiba di Bani Quraizhah. Kita tidak menemukan kelompok shahabat yang menunaikan shalat Asar setelah di Bani Quraizhah mentahdzir mereka yang shalat di tengah jalan dengan mengatakan, “Kalian telah durhaka kepada Rasulullah setelah kalian mengatakan kami mendengar dan taat.” (Sirah Nabawiyah Mubarakfuri, 405)
Jadi, kita yang baru lahir dan masih jabang bayi dalam dunia perjuangan Islam ini —bila Allah memasukkan kita dalam bagiannya— harus memacu diri agar mendapatkan pengetahuan seluas-luasnya, terutama tentang landasan berpikir dan bertindak setiap kelompok yang ada. Harapannya, kita tidak bingung, lebih dewasa menyikapi perbedaan, dan mengecilkan kemungkinan perpecahan.
Kedua, Meningkatkan kekuatan spiritual dengan banyak mendekat kepada Allah.
Bagaimana pun fitnah sekarang ini, kita tidak bisa mengatakan bahwa beban kita lebih berat daripada beban Rasulullah saw. Atau beranggapan cobaan kita lebih besar daripada beliau. Tanpa bermaksud meremehkan, apa Anda pernah dakwah dicaci maki dilempari batu dan diusir? Rasulullah mengalami itu. Saat di kampungnya sendiri diusir, dan mencari teman di Thaif hasilnya justru dilecehkan dan ditimpuki batu oleh orang-orang bodoh. Saat itu beliau tidak tahu harus ke mana dan terus berjalan hingga baru tersadar ketika tiba di Qarn Tsa’alib, sekarang disebut Qarnul Manazil, yang jaraknya lebih dari setengah perjalanan Mekkah-Thaif).
Satu hal yang tidak boleh kita lupa bahwa Rasulullah diwajibkan shalat malam. Inilah salah satu ruh yang akan menguatkan kita. Mari kita teladani.
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا
“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabbmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (Al-Isra: 79).
Berbuat dahulu, berupaya menjadi saleh, maka Insya Allah pertolongan Allah itu dekat. Jangan terburu-buru putus asa karena beban yang semakin berat. Ketika para sahabat telah letih dengan penderitaan, mereka mengadu kepada Rasulullah, Mengapa engkau tidak berdoa saja kepada Allah agar diberi pertolongan? Maka Beliau menjawab, “Ada seorang lelaki dari umat sebelum kalian yang ditanam di dalam bumi, setelah itu dibawakan gergaji, lalu ia digergaji sejak dari kepalanya sampai akhirnya terbelah dua, tetapi itu tidak memalingkan dirinya dari agamanya. Ada juga yang disisir dengan sisir besi, sampai terlihat tulang-tulang di balik kulitnya, tetapi itu tidak memalingkannya dari agamanya. Demi Allah Demi Allah, Sesungguhnya Dia akan menyempurnakan agama ini, sampai-sampai seorang perantau melakukan perjalanan dari Shan`a ke Hadramaut tanpa merasa takut kepada siapa pun kecuali Allah, padahal serigala ada di atas kambingnya. Akan tetapi, kalian terlalu tergesa-gesa.”
Ketiga, berdoa karena ini senjata orang beriman.
Ingat selalu itu. Doa yang relevan untuk persoalan ini dan selalu dibaca oleh Rasulullah adalah:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).
Konklusi
Masih banyak yang menunggu peran kita di masyarakat. Mereka yang kita lihat dekat dengan budaya tidak islami masih berpeluang besar untuk kita ubah. Jadi, berbaurlah, jalankan misi untuk menegakkan kalimat Allah, dan bersabar menghadapi cobaan. Wallahu a'lam(m.faqih)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar